Teknologi smart contract telah mengalami peningkatan adopsi yang signifikan, mulai dari sektor keuangan akibat adopsi blockchain kripto, hingga di sektor-sektor lainnya.
Tujuan dari implementasi smart contract adalah untuk menjaga keaslian dari dokumen data sehingga tidak bisa dimanipulasi dan diubah setelah resmi dipublikasi dan disimpan.
Ditambah lagi, melalui smart contract, seluruh hal yang tercatat dalam kontrak tersebut, terutama dalam perihal mekanisme keuangan melalui blockchain, bisa terjadi secara otomatis.
Sayangnya, smart contract sendiri tidak memiliki legalitas yang kuat jika dibicarakan dalam tahap hukum negara, karena tidak memiliki dasar persetujuan hukum yang jelas.
Untuk menanggapi masalah ini, muncul satu inovasi baru yang jarang dibicarakan di dunia kripto, yaitu pengenalan Ricardian Smart Contract.
Apa Itu Ricardian Smart Contract?
Ricardian Smart Contract merupakan jenis smart contract yang diciptakan pada Tahun 1995 oleh seorang programmer ternama yaitu Ian Grigg.
Ia menciptakan jenis kontrak ini demi menyatukan teknologi smart contract yang memberi automasi terhadap kesepakatan sehingga eksekusi kesepakatan dalam kontrak tersebut bisa terjadi secara otomatis, serta legalitas dari sebuah kontrak kesepakatan.
Pada saat penciptaannya, Ian Grigg belum memiliki teknologi yang tepat untuk mengimplementasikan inovasinya.
Namun setelah teknologi blockchain mulai muncul dan mulai terkenal, implementasi jenis smart contract ini mulai terkenal sehingga membuat banyak praktisi hukum dan legal harus memahami jenis kontrak ini.
Secara mudah, Ricardian Smart Contract adalah sebuah kontrak kesepakatan yang disimpan di blockchain dan bisa diakui secara hukum sehingga bisa digunakan untuk menuntut hak dalam sebuah kasus pengadilan atau mengakui sebuah kepemilikan di dalam kasus legalitas negara.
Sebagai contoh, dalam sebuah kesepakatan kerja antara seorang karyawan dan bos, kontrak kerjanya bisa menggunakan Ricardian Smart Contract.
Implementasi Ricardian Smart Contract dalam kasus ini salah satunya adalah dalam penerapan pembayaran gaji. Karyawan tersebut dibayar gajinya dalam bentuk kripto atau CBDC yang menggunakan blockchain, sehingga saat resmi tanda tangan kesepakatan, kontrak tersebut akan tereksekusi.
Dalam perihal Ricardian Smart Contract, seluruh tanda tangan menggunakan verifikasi kriptografi sehingga layaknya persetujuan tanda tangan atau sign transaction pada saat investor kripto menggunakan DApp dan wallet terdesentralisasi seperti Metamask, tanda tangan kontrak tersebut juga sama.
Jadi dalam kasus tersebut, bos akan tanda tangan dengan wallet yang berisi dana untuk membayar gaji karyawan tersebut, sedangkan karyawan akan tanda tangan dengan wallet yang akan digunakan untuk menerima gaji tersebut.
Setelah tanda tangan, nantinya Ricardian Smart Contract tersebut akan tereksekusi secara otomatis, dimana tiap akhir bulan dana dari wallet bos akan otomatis masuk ke wallet karyawan sebagai gaji.
Jika secara mendadak wallet bos kosong dan tidak bisa membayar gaji, Ricardian Smart Contract kesepakatan kerja tersebut bisa digunakan untuk menuntut bos di pengadilan tenaga kerja, karena kontrak ini bersifat mengikat secara legal, tidak seperti smart contract biasa.
Kontrak ini memiliki dua bahasa yang tertulis, yaitu bahasa biasa yang bisa dibaca oleh manusia sesuai kebutuhan negaranya, serta bahasa pemrograman yang membuatnya bisa terbaca pada sebuah blockchain.
Jadi secara menyeluruh, kontrak ini bisa dipahami oleh manusia biasa yang bahkan tidak memiliki pengalaman hukum dalam tahap tinggi, dan bisa dipahami oleh blockchain agar bisa tereksekusi secara otomatis.
Perbedaan Smart Contract Biasa dan Ricardian Smart Contract
Smart Contract biasa dengan Ricardian Smart Contract memiliki beberapa perbedaan, namun keduanya mengimplementasikan teknologi kriptografi sehingga menerapkan teknologi private key yang membuat kontrak tersebut publik tapi hanya diketahui isi rincinya oleh pihak yang terlibat.
Namun, smart contract tidak memiliki basis legalitas yang kuat yang membuat smart contract biasa tidak bisa digunakan sebagai argumen atau landasan tuntutan dalam kasus pengadilan seperti contoh di atas.
Selain itu, smart contract biasa tidak selalu menuliskan nama pihak individu yang terlibat, sedangkan Ricardian Smart Contract memberikan informasi tersebut dengan tujuan bisa digunakan sebagai penuntutan kewajiban, layaknya kontrak hukum legal.
Tapi seperti yang sebelumnya disebutkan, walau tertulis nama individu yang terlibat, informasi tersebut hanya bisa dilihat oleh pihak yang terlibat, sehingga untuk pihak lain melihat kontrak tersebut, perlu melihat melalui pihak yang terlibat.
Terakhir, smart contract biasa hanya bisa dibaca oleh individu yang memahami dunia blockchain atau pemrograman karena bahasanya yang tidak menggunakan bahasa manusia pada umumnya
Sedangkan seperti yang sebelumnya dikatakan, Ricardian Smart Contract bisa dibaca oleh blockchain dan oleh manusia biasa, sehingga mempermudah penggunaan kesepakatan kontrak tersebut.
Saat ini beberapa negara sudah menerapkan implementasi kontrak ini namun masih dalam skala rendah karena pengetahuan blockchain yang masih belum umum. Beberapa negara di Asia Tenggara, Amerika, Eropa, dan Australia telah menerapkan mekanisme ini di ranah hukum, sehingga nampaknya adopsi teknologi ini akan semakin luas dalam beberapa tahun ke depan.